بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)

Meniti Jalan Salaf

product

dzulqarnain.net

Detail | Pencari Ilmu

Tegar Di Atas Sunnah

product

Majalah Salafy

Detail | Profil

Profil Ummu Ulfa

product

Profil Penulis

Detail | da'watuna

ISTRI YANG MENOLAK "PANGGILAN" SUAMI



Bismillah,
Oleh : Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi

Tanya:

Bagaimana hukumnya bila seorang wanita menolak berjima’ dengan berkata, “Besok saja,” karena sebelum suaminya mengajaknya, suami tersebut meragukan salah satu syariat Isla

m, membuka aib diri sendiri dan istrinya di depan anak-anaknya, kemudian menonton hal-hal yang dilarang dalam Islam, sehingga membuat istrinya menjadi tidak berselera. Apakah dia terkena hadits tentang malaikat melaknatnya sampai pagi? Dan bila berdosa, bagaimana cara taubatnya?



Jawab:

Ancaman terhadap menolak “panggilan” suami adalah hal yang berlaku umum pada segala keadaan yang sang istri tidak memiliki udzur dalam penolakan tersebut. Bila terjadi hal-hal yang disebutkan dalam pertanyaan, hendaknya hal tersebut diselesaikan dengan cara lain yang lebih bijaksana, lebih menjaga kebersamaan, dan lebih memperbaiki hubungan.

Sumber : http://dzulqarnain.net/istri-yang-menolak-panggilan-suami.html

Hukum Menikah Dengan Wanita Kristen

Bismillah,


Oleh : As-Syaikh Abdullah Al-Bukhari

Pertanyaan; berikut berkata si penanya; saudaraku ingin menikah dengan wanita kristen, apa hukumnya dan apa nasihat anda kepadanya?

Jawab; menikah dengan wanita kristen adalah perkara yang diperselisihkan oleh ulama, berbeda dengan masalah menikah dengan wanita musyrik kafir yang bukan tergolong ahlul kitab, perkara ini ada kesepakatan dikalangan ulama bahwa hukumnya tidak boleh menikah dengannya, hal ini adalah kesepakatan bahkan ada ijma’. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala;
وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ

“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir” (Qs. Al Mumtahanah; 10)

Perselisihannya adalah dalam masalah menikah dengan wanita Kristen. Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyyah, Malikiyah dan Hanabilah (pengikut madzhab yang empat) begitu pula sekelompok orang dari kalangan shahabat Radhiyallahu ‘Anhu dan mereka banyak berpendapat bolehnya seorang muslim menikah dengan wanita ahlul kitab dengan syarat wanita tersebut muhshan (wanita baik-baik), seperti yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’aala;
وَالمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ

(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik” (Qs. Al Maidah; 5)

Dengan sifat ini, maka boleh menikahinya.

Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu seperti yang terdapat di dalam Shahih Al Bukhari dan sebagian fuqaha’ al hanafiyah berpendapat hal tersebut terlarang. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu berdalil dengan keumuman ayat yang melarang menikahi wanita-wanita kafir diantaranya apa yang telah kami sebutkan “Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir” (Qs. Al Mumtahanah; 10). Ia berkata; “Saya tidak melihat kekufuran atau kesyirikan yang lebih dahsyat dari perkataan seorang wanita bahwa Rab-nya adalah Isa”. Ini terdapat di dalam Shahih Al Bukhari. Akan tetapi yang benar adalah pendapat pertama berdasarkan dalil-dalil ayat, keabsahan dan kejelasannya.

Akan tetapi saya katakan berkenaan dengan seorang lelaki mukmin, apabila Allah Subhanahu Wa Ta’aala memudahkan baginya seorang wanita mukminah yang wajib baginya adalah (samar) karena dikhawatirkan atas seseorang akan tersesat dan wanita ini akan menyimpangkan agamanya. Imran bin Hitthan al khariji adalah diantara pemimpin-pemimpin khawarij dahulu adalah seorang ahlussunnah, dahulu ia diatas sunnah menikah dengan seorang wanita dari kerabatnya ada yang mengatakan wanita tersebut adalah sepupunya. Wanita ini diantara pemimpin-pemimpin khawarij. Imran berkata; Saya akan menikahinya dan meluruskannya. Akan tetapi ketika ia menikahinya wanita tersebut malah yang menyesatkannya sehingga Imran menjadi pemimpin khawarij yang sebelumnya ia diatas sunnah.

Hal ini menandakan kepada kita barakallahu fiik kepada perkara yang penting sekali. Hati-hati kita diantara jari jemari Ar-Rahman bebas Ia membolak-baliknya. Maka seseorang seharusnya tidak merasa aman terhadap dirinya dari fitnah. Ibrahim Alaihissalaam berkata seperti yang Allah Subhanahu Wa Ta’aala firmankan;
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala” (Qs. Ibrahim; 35)

Berkata Ibrahim At-Taimi; Siapa yang merasa aman dari bala’ setelah Ibrahim Alaihissalaam?! Maka dikhawatirkan atas seseorang bahwa wanita tersebut akan menyesatkannya. Adapun berkenaan dengan hukum permasalahan dan boleh tidaknya adalah seperti yang telah kami sebutkan keterangannya. Dan nasihat untuknya hendaknya ia menjauh dari perkara seperti ini, Allah Subhanahu Wa Ta’aala akan mencukupkan untuknya dengan wanita mukminah;
وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

“Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Qs. Al Baqarah; 221).

Sumber : http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=30

http://kaahil.wordpress.com/2011/12/09/lengkap-hukum-nikah-beda-agama-menurut-islam-syarat-nikah-beda-agamapernikahan-laki-laki-non-muslim-dengan-seorang-muslimah-pernikahan-laki-laki-muslim-dengan-wanita-musyrikah-hindubudhad
.

Apa Tidak Ada Seorang Muslimah Sehingga Engkau Memilih Wanita Ahlu Kitab




Bismillah,
Oleh : Abu Ibrahim ‘Abdullah Bin Mudakir al-Jakarty

Alhamdulillah banyak dikalangan wanita mukminah, yang shalihah, yang baik akhlaknya yang cantik yang siap untuk menjalani kehidupan rumah tangganya kelak bersama suaminya. Disamping itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallampun menganjurkan kepada kita untuk memilih wanita yang baik agama dan akhlaknya ketika memilih calon istri.

Maka dari itu kenapa seseorang harus memilih seseorang yang berbeda agamanya (wanita ahlu kitab), padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk kita mencari wanita shalihah, lalu kenapa seseorang lebih memilih wanita ahlu kitab padahal banyak wanita mukminah yang shalihah yang cantik dan baik akhlaqnya. Walaupun dalam syariat kita boleh menikahi wanita ahlu kitab. Tetapi banyak hal atau dampak yang seseorang akan hadapi ketika ia lebih memilih wanita ahlu kitab daripada wanita muslimah. Alangkah baiknya mungkin sebelum kita lebih jauh mengetahui apa dampak negatif ketika seseorang menikah dengan wanita ahlu kitab. Mungkin kita bisa mengelompokkan pernikahan beda agama dengan tiga keadaan, yaitu :

Pertama : Pernikahan laki-laki non muslim dengan seorang muslimah. Maka pernikahan seperti ini tidak boleh sama sekali dan haram hukumnya, baik laki-laki non muslim itu seorang musyrik, atau seorang ahlu kitab (yahudi dan nasrani) atau yang tidak mempunyai agama sama sekali.

Kedua : Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita musyrikah atau yang tidak punya agama. Maka pernikahan inipun tidak boleh dan haram hukumnya. Tentang dua hal diatas Allah Subahaanahu wata’ala berfirman :
وَلا تَنكِحُوا المُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنكِحُوا المُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“ Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. “ (Qs. Al Baqarah : 221)

Dari ayat diatas dapat diketahui Allah Ta’aala melarang kita untuk menikahi mereka dikarenakan mempunyai dampak yang buruk bagi agama kita. Sebagaimana Allah Ta’aala berirman pada ayat diatas :
أُوْلَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ

“ …Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (Qs. Al Baqarah : 221)

Ketiga : Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab (yahudi atau nasrani). Tentang hal ini para ulama berselisih pendapat tentang kebolehannya, ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan. Adapun pendapat yang benar insya Allah pendapatnya mayoritas ulama yang mengatakan bolehnya seseorang laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlu kitab yang menjaga kehormatannya, hal berdasarkan ayat yang akan disebutkan dibawah ini. Allah Ta’aala berfirman :
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالمُحْصَنَاتُ مِنَ المُؤْمِنَاتِ وَالمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“ Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan menikahi) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.” (Qs. Al Maidah : 5)

Berkata asy-Syaikh Al Allamah ‘Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah : “ Pada firman Allah Ta’ala : مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ (dan Dihalalkan menikahi)…. di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu.’ “ Yaitu dari orang Yahudi dan Nasrani. Dan ini adalah pengkhususan pada ayat : “وَلا تَنكِحُوا المُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.’ ” (Taisirul Karimirrahman, Syaikh As-Sa’di Pada Ayat Ini)



Mungkin ada yang perlu anda ketahui tentang perbedaan hukum dibolehkannya seorang laki-laki menikahi wanita ahlu kitab dan tidak dibolehkannya wanita muslimah menikah dengan laki-laki Ahlu kitab, karena beberapa hal diantaranya :

Allah telah menetapkan yang demikian wajib bagi kita untuk tuduk tehadap ketetapan yang Allah telah tetapkan. Tentang Hal ini Allah Ta’aala berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا

“ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al Ahdzab : 36)

Pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab berbeda dengan pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki ahlu kitab. Dikarenakan seorang wanita muslimah yang menikah dengan ahlu kitab (hal ini hukumnya haram, tidak boleh ) anak-anak yang kelak dia dapatkan dari hasil pernikahan itu akan diapanggil dengan bapak-bapak mereka, disamping itu istri yang harus pindah kerumah suami, atau kekeluarga dan lingkungan suami.

Maka sangat sulit seorang wanita tidak terpengaruh terhadap agama suami dan keluarganya atau lingkungannya. Tetapi berbeda jika laki-laki muslim yang menikah dengan wanita ahlu kitab, maka wanita ahli kitab inilah yang berpindah kelingkungan suaminya dan anak-anaknya akan dipangiil dengan nama bapaknya yang muslim. Jelas keadaan pertama berbeda dengan keadaan kedua. Wallahu a’lam.
Insya Allah setiap orang menginginkan yang terbaik untuk kehidupan rumah tangga dirinya dan untuk anak-anaknya kelak. Dan hal ini bisa terwujud di antara sebabnya adalah memilih calon istri yang baik, yang shalihah. Adapun menikah dengan seorang wanita ahlu kitab banyak dampak negatifnya, diantaranya :

Menyelisihi anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memilih agamanya, disamping itu memilih agamanya sebab seseorang beruntung dan bahagia dalam kehidupan rumah tangganya.

تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها, فاظفر بذاتالدّين تربت يداك

“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”(HR. Bukhari dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu)

Kehilangan keutamaan mempunyai istri shalihah .

Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Empatperkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.”(HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dan Asy-Syaikh Al Albani )

Diantara syarat menikahi wanita ahlu kitab ialah wanita tersebut harus yang yang bersih yang menjaga kehormatannya. Padahal untuk bisa mengetahui hal itu sangatlah sulit dan samar.
Menikah dengan wanita ahlu kitab bisa mengurangi jumlah laki-laki ditengah para wanita muslimah
Pernikahan seorang laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab, pergaulannya dengan istri, kebersamaannya ditengah-tengah keluarga istrinya bisa mempengaruhi hatinya dan condong kepada istrinya dan masyarakatnya sehingga hai ini akan mendatangkan cobaan dan keburukan bagi agamanya.
Seseorang yang menikah tidak hanya memilih istri baginya, tetapi dia juga memilih ibu kelak untuk anak-anaknya yang akan mendidiknya. Kalau dia menikah dengan wanita ahlu kitab lalu bagaimana pendidikan anak-anaknya. Apakan dia berharap ibunya akan mengajarkan anak-anaknya surat alfatihah…?, atau mengajarkan bagaimana tatacara shalat…? apakah dia juga berharap kepada istrinya akan mengajarkan doa – doa kepada anaknya..? atau mengajarkan adab dan etika islami..?
Jarang ada rumah tangga yang harmonis antara pernikahan seorang laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab dan banyak yang berujung pada perceraiaan.

Dan masih banyak lagi dampak negatif dari menikahnya seorang laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab yang sudah seharusnya membuat seseorang berfikir dan berhati-hati dalam bertindak dan mengembil keputusan demi kebahagian dirinya didunia dan kelak diakhirat. Wallahu a’lam

http://nikahmudayuk.wordpress.com/2011/10/28/apa-tidak-ada-muslimah-sehingga-engkau-memilih-wanita-ahlu-kitab/

Sumber : http://kaahil.wordpress.com/2011/12/09/lengkap-hukum-nikah-beda-agama-menurut-islam-syarat-nikah-beda-agamapernikahan-laki-laki-non-muslim-dengan-seorang-muslimah-pernikahan-laki-laki-muslim-dengan-wanita-musyrikah-hindubudhad/

NAZHAR ( MELIHAT CALON ISTRI )




Bismillah,
Oleh: Ummu Salamah As Salafiyah

Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku berada di sisi Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika datang seseorang yang mengkabarkan bahwa dia akan menikahi seorang wanita dari kalangan An
shar. Rasulullah berkata, “Apakah engkau telah melihat wanita yang akan engkau nikahi?”? Dia mengatakan, “Belum.? Maka Rasulullah mengatakan, “Pergilah engkau dan lihat wanita yang akan engkau nikahi, karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu.? (HR. Muslim)

Nazhar (melihat) wanita yang akan dilamar merupakan perkara yang dituntunkan oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, namun disana ada sebagian wanita yang malu untuk dilihat, dan jelas dia salah dalam hal ini. Akan tetapi sepantasnya bagi laki-laki yang melamar tidak berlebih-lebihan dalam perkara ini. Si lelaki juga dapat mengutus seorang wanita yang jujur yang nantinya akan menceritakan kepadanya ciri-ciri atau sifat wanita yang akan dia lamar. Demikian pula seorang ayah, tidak sepantasnya dia bersikap keras dan menjadi penghalang dalam urusan ini.

Melihat wanita yang akan dilamar juga memiliki batasan. Maka tidak boleh tali kekang itu dilepas begitu saja sehingga laki-laki itu bisa berdua-duaan dengan wanita yang akan dia nikahi, berpergian bersamanya, menciumnya dan bersenda gurau dengannya. Seluruh perkara ini tidak dibolehkan karena wanita yang dia lamar belumlah menjadi mahramnya. Sepantasnya pula bagi masing-masing pihak, baik laki-laki maupun wanita, menyebutkan kekurangan ataupun cacat yang ada padanya dan jangan menyembunyikannya, karena Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Siapa yang menipu kami, maka dia bukan termasuk golongan kami? (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Dengan demikian memberitahukan adanya cacat sebelum pernikahan dan menunjukkan watak yang asli itu lebih selamat daripada nanti hati itu lari setelah pernikahan.

Sumber : Persembahan Untukmu Duhai Muslimah, Penulis : Ummu Salamah As Salafiyah, Penerbit : Al Haura.

Sumber : http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/19/nazhar-melihat-calon-istri/

BATASAN KUFU DALAM NIKAH




Bismillah,
Penulis: Pengasuh Rubrik Muslimah Bertanya

MAKSUD CALON YANG SEKUFU DALAM NIKAH :
●►Apakah batasan kufu dalam pernikahan?
●►Apakah adanya kecocokan hati, perasaan, cara berpikir, cara pandang dan kefaqihan dalam agama termasuk
dalam kekufuan?

Apakah batasan kufu dalam pernikahan? Apakah adanya kecocokan hati, perasaan, cara berpikir, cara pandang dan kefaqihan dalam agama termasuk dalam kekufuan?
Dianwati
ummuyusufxx@myquran.com

Jawaban :

Para ahli fiqih (fuqaha) berbeda pendapat tentang kafa’ah (kufu) dalam pernikahan, namun yang benar sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma‘ad (4/22), yang teranggap dalam kafa’ah adalah perkara dien (agama). Beliau rahimahullah berkata tentang permasalahan ini diawali dengan menyebutkan beberapa ayat Al Qur’an, di antaranya :

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al Hujurat: 13)

“Orang-orang beriman itu adalah bersaudara.” (Al Hujurat: 10)

“Kaum mukminin dan kaum mukminat sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.” (At Taubah: 71)

“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…” (An Nur: 26)

Kemudian beliau lanjutkan dengan beberapa hadits, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Tidak ada keutamaan orang Arab dibanding orang ajam (non Arab) dan tidak ada keutamaan orang ajam dibanding orang Arab. Tidak pula orang berkulit putih dibanding orang yang berkulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dibanding orang kulit putih, kecuali dengan takwa. Manusia itu dari turunan Adam dan Adam itu diciptakan dari tanah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bani Bayadlah: “Nikahkanlah wanita kalian dengan Abu Hindun.” Maka merekapun menikahkannya sementara Abu Hindun ini profesinya sebagai tukang bekam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah menikahkan Zainab bintu Jahsyin Al Qurasyiyyah, seorang wanita bangsawan, dengan Zaid bin Haritsah bekas budak beliau.

Dan menikahkan Fathimah bintu Qais Al Fihriyyah dengan Usamah bin Zaid, juga menikahkan Bilal bin Rabah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin `Auf.

Dari dalil yang ada dipahami bahwasanya penetapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah kufu adalah dilihat dari sisi agama.

Sebagaimana tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, tidak boleh pula menikahkan wanita yang menjaga kehormatan dirinya dengan laki-laki yang fajir (jahat/jelek).

Al Qur’an dan As Sunnah tidak menganggap dalam kafa’ah kecuali perkara agama, adapun perkara nasab (keturunan), profesi dan kekayaan tidaklah teranggap. Karena itu boleh seorang budak menikahi wanita merdeka dari turunan bangsawan yang kaya raya apabila memang budak itu seorang yang ‘afif (menjaga kehormatan dirinya) dan muslim. Dan boleh pula wanita Quraisy menikah dengan laki-laki selain suku Quraisy, wanita dari Bani Hasyim boleh menikah dengan laki-laki selain dari Bani Hasyim. (Zaadul Ma‘ad, 4/22)

Sumber: http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/munakahat-keluarga/batasan-kufu-dalam-pernikahan/

http://kaahil.wordpress.com/2011/03/15/maksud-calon-yang-sekufu-dalam-nikah

TENTANG BEKAS DARAH



Bismillah,
Oleh : Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi

Pertanyaan
Saya mohon penjelasan mengenai bekas darah haid di kursi (bangku bambu) yang diduduki, tetapi bekasnya sudah kering. Apakah harus dibersihkan? Masihkah najis bekas dar

ah haid yang sudah mengering itu? Kalaupun harus dibersihkan, bolehkah membersihkannya hanya dengan tisu basah? Terimakasih atas penjelasannya.



Jawaban

Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan berkaitan dengan pertanyaan:

Pertama, darah haidh adalah darah najis menurut kesepakatan ulama.

Kedua, menghindarkan diri dan pakaian dari najis adalah suatu keharusan sebagaimana yang diterangkan dalam banyak dalil.

Ketiga, bila masih bisa dibersihkan, bekas darah haidh yang disebutkan dalam pertanyaan boleh dibersihkan dengan apa saja yang menghilangkan zat najis itu dari benda, baik dengan tisu basah maupun dengan selainnya. Bila sudah meresap ke dalam bangku dan tidak bisa lagi dibersihkan, bekas tersebut sudah tidak dipermasalahkan karena Allah tidak membebani seorang untuk membersihkan sesuatu yang tidak dia mampu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-Baqarah: 286]

Wallahu A’lam.

Sumber : http://dzulqarnain.net/tentang-bekas-darah-haid.html

PUASA BAGI PEREMPUAN HAIDH



Bismillah,
Oleh : Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi

Tanya:

Ana mau tanya. Sewaktu sahur, ada flek merah di celana dan ana tidak shalat subuh. Karena ana sudah sahur, ana langsung puasa dan alhamdulillah paginya flek tersebut tidak

ada lagi. Apakah boleh ana melanjutkan puasa ana?



Jawab:

Bila darah tersebut keluar pada masa kebiasaan haidh si penanya, hal tersebut telah teranggap sebagai haidh, walaupun hal itu berhenti beberapa saat di waktu pagi.

Sumber : http://dzulqarnain.net/puasa-bagi-perempuan-yang-haidh.html

KETENTUAN SUCI DARI HAIDH



Bismillah,
Oleh : Al-Ustadz Dzulqarnain bin muhammad Sanusi


Tanya:

Kapan wanita mulai suci setelah haidh? Apakah tatkala ada perubahan warna darah? Yang seperti apakah? Karena kadang sudah habis warna coklat, lalu darah tidak keluar, tetapi selang satu atau dua hari, keluar sedikit dara

h merah?



Jawab:

Darah haidh adalah darah yang dimaklumi dari sisi warna, bau, dan ketebalannya. Demikian pula, tanda suci kebanyakan perempuan adalah hal yang dimaklumi, yaitu dengan keluarnya tanda putih yang agak keruh. Bila tanda suci telah keluar dan kebiasaan haidhnya telah berlalu, darah yang keluar setelahnya tidak lagi dianggap darah haidh, apapun warnanya. Namun, bila darah haidh keluar kembali pada masa kebiasaan haidh, perempuan tersebut wajib menjalani haidhnya. Misalnya, kebiasaan bulanan seorang perempuan adalah haidh selama 7 hari. Bila tanda suci keluar pada hari ke-5, dia telah dianggap suci. Namun, bila ternyata darah hitam keluar lagi pada hari ke-6, dia kembali menjalani haidhnya. Bila ternyata darah kembali keluar di hari ke-9, darah tersebut tidak dianggap lagi karena telah keluar dari kebiasaan haidh.

Saya memiliki banyak ceramah tentang hukum-hukum seputar haidh. Silahkan didengarkan di www.dzulqarnain.net pada pembahasan bab haidh.

Sumber : http://dzulqarnain.net/ketentuan-suci-dari-haidh.html

HUKUM ORANG YANG MENGOLOK-OLOK AKHWAT BERJILBAB SYAR'I



Bismillah,
Oleh: Al Lajnah Ad Daimah

Soal:
Apa hukum orang yang mengolok-olok muslimah yang mengenakan hijab syar’I dan mensifati mereka dengan ucapan bahwa mereka itu kuntilanak, kemah berjalan, dan ucapan yang mengolok-olok lainnya (di n
egeri kita para akhwat kadang dipanggil ninja, gulungan kain berjalan, dll –pent.)?

Jawab:
Barangsiapa yang mengolok-olok seorang muslim, perempuan maupun laki-laki, karena berpegang teguhnya dia dengan syariat Islam, maka dia (yang mengolok-olok) adalah kafir. Sama saja baik itu dalam perkara berhijabnya seorang wanita dengan hijab yang syar’I atau dalam perkara lainnya.

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: Beliau berkata,

“Ketika Perang Tabuk, seorang laki-laki berkata di tempat kumpul-kumpul mereka,

‘Tidaklah aku pernah melihat seperti para qurro’ (pembaca-pembaca) kita ini yang paling dusta lisannya, paling buncit perutnya (paling rakus dalam makan), paling penakut ketika bertemu musuh’

Maka salah seorang berkata,

‘Dusta engkau! Engkau adalah seorang munafiq! Sungguh aku akan melaporkan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ “

Perkara ini lalu sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka turunlah ayat Al Qur’an.

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

“Aku melihat orang tadi (yang mengolok-olok –pent) bergelantung di tali kekang tunggangan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam, tersandung oleh batu. Dia berkata,

‘Wahai Rasululllah, sesungguhnya kami ini hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian membaca,

أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (٦٥)لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (٦٦)

“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu, niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (At Taubah: 65-66)

Maka olokan dia terhadap kaum mukminin dihukumi sama dengan mengolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya.

Tertanda: Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiyah dan Fatwa – Kerajaan Saudi Arabia)

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Anggota: Abdullah bin Qu’ud
Anggota: Abdullah Al Ghudayan
Anggota: Abdurrazzaq Afifi

(Diterjemahkan untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com

dari Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta [Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiyah dan Fatwa - Kerajaan Saudi Arabia]. Fatwa kedua dari soal nomor 4127)
 

Sumber : http://ulamasunnah.wordpress.com/

MENYEWA PEMBACA AL-QUR'AN UNTUK ORANG MATI



Bismilla,
Oleh: Asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdillah bin Fauzan Al-Fauzan

Soal:
Seorang pembaca Al-Qur’an Al-Karim disewa oleh seseorang untuk membacakan Al-Qur’an sempurna (30 juz, penj.) dan menghadiahkan pahalanya untuk (keluarganya) yang telah meninggal dengan imbalan jasa insentif setiap bulan. Maka orang tersebut membaca surat Al-Ikhlas tiga kali dan menampakkan kepada yang menyewanya kalau dia telah menamatkan Al-Qur’an, kemudian yang menyewa memberi imbalan jasa sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan. Dan hal itu berlanjut setiap bulan sampai beberapa waktu bahkan bertahun-tahun, apa hukum perbuatan itu, dan apa yang mesti dilakukan?

Jawab:
Yang pertama: Menyewa orang untuk membaca Al-Qur’an bagi orang yang mati adalah bid’ah yang Allah tidak pernah menurunkan hujjah tentangnya, dan termasuk makan harta orang dengan cara yang batil. Karena seorang qari’ (pembaca Al-Qur’an) ketika membaca Al-Qur’an dengan maksud mengambil upah, maka perbuatannya adalah batil. Karena maksud dari amalnya adalah untuk mendapatkan harta dan kehidupan dunia, sedang Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَوةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوّفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15-16)

Masalah ibadah termasuk membaca Al-Qur’an, tidak boleh dilakukan karena ketamakan dunia, dan untuk mendapatkan harta. Namun dilakukan karena taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan seorang qari’ ketika membaca Al-Qur’an hanya karena ingin mendapatkan upah, maka dia tidak mendapatkan pahala dan juga tidak sesuatu pun yang akan sampai kepada si mayit, bahkan hartanya adalah sia-sia. Kalau seandainya harta tersebut disodaqahkan untuk si mayit maka hal inilah yang disyari’atkan lagi bermanfaat bagi si mayyit daripada digunakan untuk menyewa seorang qari’.

Dan yang wajib terhadap para qari’ tersebut, hendaknya dia mengembalikan harta yang telah diambilnya sebagai upah dari membaca Al-Qur’an untuk si mayit. Karena hal ini termasuk memakan harta orang lain dengan cara batil. Wajib bagi mereka bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencari rizki tidak dengan cara yang diharamkan ini. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak makan harta orang dengan cara-cara yang tidak disyariatkan seperti ini. Benar, bahwa membaca Al-Qur’an termasuk amalan yang paling utama. Barangsiapa yang membacanya satu huruf adalah satu kebaikan dan satu kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat. Tapi hal ini bagi yang niatnya benar mengharapkan wajah Allah, dan bukan tamak kepada dunia.

Menyewa para qari’ untuk membaca Al-Qur’an untuk orang mati:

1. Merupakan bid’ah, karena tidak pernah para salaf shalih melakukannya.

2. Termasuk makan harta orang dengan cara batil, karena amalan qurbah dan ketaatan tidak boleh mengambil upah padanya dan Allahlah Yang Memberi taufiq. Dan membaca surat Al Ikhlas tiga kali tidak mencukupkan untuk dikatakan membaca Al-Qur’an seluruhnya.[1]

Footnote:

[1] Majalah Ad-Dakwah, no. 2087, 17 Rabi’ Awal 1428H.

(Dinukil untuk blog http://ulamasunnah.wordpress.com/ dari Majalah An-Nashihah, vol. 13 tahun 1429H/2008M, hal. 4-5)
Sumber :
http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/05/28/menyewa-pembaca-al-quran-untuk-orang-mati/

HUKUM MENCUKUR JENGGOT



Bismillah,
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Pertanyaan:
Mohon pencerahan dari yang mulia mengenai hukum mencukur jenggot aau mengambil (memendekkan, mencabut, ed.), serta apa saja batasan jenggot yang syar’i itu?

Jawaban:
Mencukur jenggot diharamkan karena merupakan perbuatan maksiat kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Dalam hal ini, beliau bersabda,

“Perbanyaklah (perlebatlah) jenggot dan potonglah kumis.” (Sunan An Nasa’i, Kitabu az Zinah [5046])

Juga, karena hal itu keluar dari petunjuk (cara hidup) para Rasul menuju cara hidup orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik.

Adapun batasan jenggot, sebagaimana yang disebutkan oleh ahli bahasa yaitu (mencakup) rambut wajah, pada dua tulang dagu, dan dua pipi. Maka setiap rambut yang tumbuh di atas dua pipi, dua tulang dagu, dan dagu adalah termasuk jenggot.

Adapun mengambil sedikitpun darinya termasuk perbuatan maksiat karena Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

“Perbanyaklah (perlebatlah) jenggot).”

“Biarkan jenggot memanjang”

“Sempurnakanlah (biarkan tumbuh lebat) jenggot.”

Ini semua menunjukkan bahwa tidak boleh mengambil sedikitpun darinya. Namun, kemaksiatan dalam hal itu berbeda-beda; mencukur tentu lebih besar dosanya dari sekedar mengambil sebagiannya karena ia merupakan penyimpangan yang lebih serius dan jelas.

Sumber: Kitab Risalah Fi Shalatin Nabiy, karya Syaikh Ibnu Utsaimin hal. 31.

(Dinukil untuk blog http://ulamasunnah.wordpress.com/ dari Fatwa-fatwa Ulama Kontemporer Bagian 2, Pustaka Al Qabail)

http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/06/08/hukum-mencukur-jenggot/

SUDAHKAH ANDA POLIGAMI ?




Bismillah, 
Fadhilatus Syaikh Saleh As-Suhaimi Hafizhahullah Ta'ala

Pertanyaan yang disertai tanda tangan: 

"Bagaimana cara memberi pengertian kepada seorang istri jika aku ingin menikah yang kedua kali, namun dia tidak menerimanya dan ber kata: 

kecuali jika kamu menceraikan aku atau setelah aku mati, atau kamu bersabar hingga saya menjadi tua, dan saya memiliki lima anak? 

Syaikh Saleh As-Suhaimi Hafizhahullah Ta'ala menjawab:

 جزاك الله خيرا على هذا السؤال وعلى التوقيع يبدو أن التوقيع نابع من الإرهاب الذي يمارس عليك من قبلها أقول - وفقني الله وإياك وجميع المسلمين - إن هذه الأفكار نابعة من تقليد الغرب مسألة منع التعدد والتي فرض في بعض بالبلاد الإسلامية فرضا فيجيزون اتخاذ الأصدقاء والصديقات ويحرمون التعدد هذا في بعض البلاد الإسلامية ناهيك عن بلاد الكفر والغرب فيجيز القانون عندهم اتخاذ صديقة لو تستصحب أية صديقة وتقبلها في الشارع العام ليس هناك من معترض عليك, لكن أن تتزوج بالثانية فهذه عندهم جريمة نكراء لا تغتفر, أقول: كل هذا ناتج من تبعيتنا للغرب, ومن تشبه بقوم فهو منهم فإذا وجدت في نفسك القدرة الجسدية والمادية والقدرة على العدل فحطم هذه الأغلال وتجاوز هذه العقبات وأحي هذه السنة وأذكر أن شيخنا الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز رحمه الله تعالى إذا جاءه أحد من أوائل أسئلته بعد أن يسأل عن صحته ودينه وأموره, يسأله: هل أنت معدد, كم زوجة عندك? فإن قال: ما عندي إلا واحدة حثه على التعدد, وقال: إن الله بدأ بالتعدد فقال ((فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع)) إن وجدت في نفسك القدرة على العدل ويلوم الذين يخافون من التعدد. ولما قال له أحد الإخوة يداعبه: يا شيخنا أنا موحد, طبعا لا يقصد الموحد من التوحيد, يقصد أنه ليس عنده إلا واحدة, قال رحمه الله: هذا توحيد الخائفين - رحمة الله عليه وسائر علمائنا - فيا إخوان إياكم والتبعية للإفرنج فإن هذا من تبعية الإفرنج ومن تبعية الغرب, فعلى المسلم أن يكون متبعا لهدي النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم لا متبعا لتعليم الغرب وليس إذن الزوجة شرطا في زواجك لكن كما قلت: يجب أن تراعي أمرا وهي قدرتك على تنفيذ الشروط وهي العدالة والقدرة الجسدية والمادية أسأل الله الكريم رب العرش العظيم أن يوفقني وإياكم لما يحبه ويرضاه وصلى الله عليه وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه

"Jazakallahu Khaer atas pertanyaan dan tanda tangan ini, nampaknya tanda tangan ini muncul disebabkan adanya teror yang sedang kamu hadapi dari istrimu. Saya berkata-semoga Allah memberi taufik kepadaku, kepadamu dan seluruh kaum muslimin-bahwa sesungguhnya pemikiran ini muncul dari sikap ikut-ikutan terhadap barat, permasalahan tidak bolehnya poligami yang merupakan masalah yang dijadikan sebagai ketetapan disebagian negara islam, dimana mereka memungkinkan mengambil pasangan pria dan wanita, lalu mereka mengharamkan poligami, ini terjadi di sebagian negara islam, terlebih lagi dinegara-negara kafir dan barat, hukum mereka memungkinkan seorang pria mengambil pasangan wanita yang mana saja, lalu menciumnya di tengah jalan, tidak akan ada yang melarang kamu melakukannya. Namun kalau kamu menikah yang kedua, maka menurut mereka ini merupakan tindakan kejahatan besar. 

Saya berkata: ini semua muncul disebabkan karena sikap ikut-ikutan kita ke barat, dan siapa yang menyerupai satu kaum maka dia termasuk mereka. Jika kamu menemukan dirimu mampu baik dari sisi jasad maupun materi, dan mampu berbuat adil maka lepaskan belenggu ini dan lewati setiap tantangan lalu hidupkan sunnah ini. Saya mengingat Syaikh kami Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah Ta'ala jika ada seseorang datang kepada Beliau, diantara pertanya-pertanyaan yang ia ajukan pertama kali kepada orang tersebut setelah bertanya tentang kesehatan, agama, dan urusannya, Beliau bertanya: apakah engkau berpoligami ? Berapa istrimu?. Jika dia menjawab: saya tidak memiliki istri kecuali satu, maka Beliau menganjurkannya untuk berpoligami, dan mengatakan: 

Sesungguhnya Allah Memulai dengan poligami dalam firman-Nya: 

((فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع)) "Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. "(QS.An-Nisa: 3)

" Nikahilah wanita yang baik diantara kalian dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat. " 

Hal itu jika engkau merasa punya kemampuan untuk berbuat adil, dan Ia mencela orang-orang yang takut berpoligami. Dan jika ada salah seorang ikhwan bergurau kepada Beliau: Wahai Syaikh kami, saya muwahhid (bertauhid), tentu maksudnya bukan mentauhidkan Allah Ta'ala, namun dia memaksudkan bahwa dia tidak memiliki istri kecuali satu, maka Beliau rahimahullah menjawab: ini tauhid-nya para penakut.-semoga Allah merahmati Beliau dan seluruh para ulama kita-. 

Wahai ikhwan, hendaknya kalian menjauhi sikap ikut-ikutan terhadap bangsa Eropa, sebab ini merupakan sikap ikut-ikutan terhadap Eropa dan barat. Wajib bagi seorang muslim mengikuti bimbingan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, bukan mengikuti barat. Dan bukanlah izin dari istri (satu) menjadi syarat untuk kamu berpoligami, namun seperti yang aku katakan: wajib bagimu memperhatikan satu hal yaitu kemampuan kamu untuk menjalankan persyaratan-syaratnya yaitu berbuat adil dan memiliki kemampuan jasmani dan materi. 

Aku memohon kepada Allah Yang Maha Mulia, Rabb pemilik Arasy yang Agung agar memberi taufik kepadaku dan kepada kalian pada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam dan berkah tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. 

Sumber:http://www.salafybpp.com/index.php/muslimah/85-sudahkah-anda-berpoligami Catatan: Salafybpp.com Penasehat Dalam Web ini : Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal Hafizhahulloh

ADAB-ADAB BERBICARA BAGI WANITA MUSLIMAH



Bismillah, Wahai saudariku muslimah .. Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta'ala berfirman: Artinya: 


"Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia". (An nisa: 114) 

Dan ketahuilah wahai saudariku, semoga Allah ta'ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu. 
"عن اليمين وعن الشمال قعيد. ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد" ( ق: الآية 17-18) 

Artinya: 
"Seorang duduk disebelah kanan, dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" (Qaaf :17-18). 
Maka jadikanlah ucapanmu itu menjadi kata yang ringkas, jelas, yang tidak bertele-tele yang dengannya akan memperpanjang pembicaraan. 

1) Bacalah Al qur'an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti . 

عن عبد الله بن عمرورضي الله عنهما - عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "يقال لصاحب القرآن: اقرأ وارتق ورتل كما كنت ترتل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرؤهارواه أبو داود والترمذي 

Dari abdullah bin 'umar radiyallohu' anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda: 
dikatakan pada orang yang senang membaca alqur'an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca. HR.Abu Daud dan attirmidzi 
2 ) Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan. 

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "كفى بالمرء كذبا أن يتحدث بكل ما سمع

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu' alaihi wasallam bersabda: "Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan." (HR.Muslim dan Abu Dawud)
3) jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia. 

عن عائشة - رضي الله عنها - أن امرأة قالت: يا رسول الله, أقول إن زوجي أعطاني ما لم يعطني? قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "المتشبع بما لم يعط كلابس ثوبي زور

". 
Dari aisyah radiyallohu 'anha, ada seorang wanita yang mengatakan: wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,: orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan. "(Muttafaq alaihi) 
4) Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat dalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. 
maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta'ala, disetiap waktu dan keadaanmu.Allah ta'ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:(آل عمران: الآية 191 ). 
"الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ..."
(آل عمران: الآية 191 ). 

Artinya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring ..." (Ali imran: 191). 

5) Jika engkau hendak berbicara, maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, dimana Beliau bersabda:

 "وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني مجلسا يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون".

"sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat: orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta'ajjub terhadap ucapannya. " (HR.Tirmidzi, Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa'labah Al-Khusyani radhiallahu anhu) 

6 ) Jauhilah dari terlalu banyak tertawa, terlalu banyak berbicara dan berceloteh.jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir.beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya.bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama bagimu.Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

 "من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت". 

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata dengan kata yang baik, atau hendaknya dia diam." (muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu) 

8) jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi'ar kepribadianmu. 

9) berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata -bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.Alah Ta'ala berfirman:

 "يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيرا منهن" (الحجرات: الآية 11).

 "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekelompok orang laki-laki merendahkan kelompok yang lain, bisa jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekelompok perempuan merendahkan kelompok lainnya, bisa jadi yang direndahkan itu lebih baik. "(QS.Al- Hujurat: 11) 

10) jika engkau mendengarkan bacaan Alqur'an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:

 "وإذا قرىء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون "(الأعراف: الآية
 204).

Artinya: 

"dan apabila dibacakan Alqur'an, maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat". Qs.al A'raf: 204 

11) bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah, bersihkanlah majelismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah 'azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah kata-kata yang baik, dalam rangka menasehati, dan petunjuk kepada kebaikan. kata itu adalah sebuah hal yang besar, berapa banyak dari kata seseorang yang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah 'azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka.Didalam hadits Mu'adz radhiallahu anhu tatkala Beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: 

"ثكلتك أمك يا معاذ. وهل يكب الناس في النار على وجوههم إلا حصائد ألسنتهم "(رواه الترمذي). 

"engkau telah keliru wahai Mu'adz, tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan karena ucapan-ucapan mereka." (HR.Tirmidzi, An -Nasaai dan Ibnu Majah) 

12 - berhati-hatilah-semoga Allah menjagamu-dari menghadiri majelis yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya, dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu-menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan. 

13 - jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudarimu, maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah 'azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala.Allah' azza wajalla berfirman: 

"الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم".
 (آل عمران: الآية 191) 

Artinya: "(yaitu) orang - orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring" (QS.. ali 'imran: 191) 

14 - jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

"سبحانك الله وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت, أستغفرك وأتوب إليك".

"maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian, aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada -Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu " Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut. 

Penasehat Dalam Web ini: Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal Hafizhahulloh

CARA, PANDUAN DAN BIMBINGAN SHALAT JENAZAH YANG BENAR SESUAI SUNNAH

Oleh : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah 

Shalat Jenazah

Bahasan selanjutnya setelah tatacara memandikan jenazah adalah shalat jenazah. Barangkali sebagian kita telah berulang kali mengamalkannya.

Namun kajian ini insya Allah tetap memiliki nuansa lain karena kita diajak untuk menyelami dalil-dalilnya.

Purna sudah tugas memandikan dan mengafani jenazah. Yang tertinggal sekarang adalah menshalati, mengantarkannya ke pekuburan dan memakamkannya. Untuk mengantarkan ke pekuburan dan memakam-kannya merupakan tugas laki-laki, karena Rasulullah n telah melarang wanita untuk mengikuti jenazah sebagaimana diberitakan Ummu ‘Athiyyah x:

“Kami dilarang (dalam satu riwayat: Rasulullah n melarang kami) untuk mengikuti jenazah namun tidak ditekankan (larangan tersebut) terhadap kami.”1

Al-Imam Ibnul Daqiqil ‘Ied t berkata:“Hadits ini mengandung dalil dibencinya wanita mengikuti jenazah, namun tidak sampai pada keharaman. Demikian yang dipahami dari ucapan Ummu ‘Athiyyah x: (namun tidak ditekankan larangan tersebut terhadap kami) karena ‘azimah menunjukkan ta`kid (penekanan).” (Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam, kitab Al-Jana`iz, hal. 199)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani tberkata: “Seakan-akan Ummu ‘Athiyyah xhendak menyatakan bahwa: ‘Beliau n benci bila kami mengikuti jenazah, namun beliau tidak mengharamkannya’.” Al-Qurthubi t berkata: “Yang tampak dari konteks ucapan Ummu ‘Athiyyahxadalah larangan tersebut merupakan nahi tanzih (larangan makruh, bukan haram). Demikian pendapat jumhur ahlul ilmi2.” (Fathul Bari, 3/186).

Download File Kajian Bid ‘ah seputar jenazah zip
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/balikpapan/Lain-Lain/Bid_%27ah-seputar-jenazah.zip

Bid ‘ah seputar jenazah zip Bid ‘ah seputar jenazah Bid ‘ah seputar zip Bid ‘ah seputar Bid ‘ah jenazah zip Bid ‘ah jenazah Bid ‘ah zip Bid ‘ah Bid sepu

Sementara ulama Madinah membo-lehkannya, termasuk Al-Imam Malik t, namun untuk wanita yang masih muda/ remaja beliau memakruhkannya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Al-Imam An-Nawawi 7/5, Ihkamul Ahkam, kitab Al-Janaiz, hal. 200)

Dengan demikian, keutamaan mengikuti jenazah seperti ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairahz3 hanya berlaku untuk lelaki secara khusus (Ahkamul Janaiz, Asy-Syaikh Al-Albani v, hal. 88,90).
Shalat Jenazah

Menshalati jenazah seorang muslim hukumnya fardhu/ wajib kifayah4, karena adanya perintah Nabi n dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits Abu Qatadahz, ia menceritakan:

Didatangkan jenazah seorang lelaki dari kalangan Anshar di hadapan Rasulullah n agar beliau menshalatinya, ternyata beliau n, bersabda: “Shalatilah teman kalian ini, (aku tidak mau menshalatinya) karena ia meninggal dengan menanggung hutang.” Mendengar hal itu berkatalah Abu Qatadah: “Hutang itu menjadi tanggunganku.” Nabi n bersabda: “Janji ini akan disertai dengan penunaian?”. “Janji ini akan disertai dengan penunaian,“ jawab Abu Qatadah. Maka Nabi pun menshalatinya.”5

Dikecualikan dalam hal ini dua jenis jenazah yang tidak wajib dishalati, yaitu:

1. Anak kecil yang belum baligh, karena Nabi n tidak menshalati putra beliau Ibrahim ketika wafatnya sebagaimana diberitakan ‘Aisyahx:

“Ibrahim putra Nabi n meninggal dunia dalam usia 18 bulan, beliau n tidak menshalatinya.”6

2. Orang yang gugur fi sabilillah (syahid) karena Nabi n tidak menshalati syuhada perang Uhud dan selain mereka. Anas bin Malik z mengabarkan:

“Syuhada perang Uhud tidak dimandikan, dan mereka dimakamkan dengan darah-darah mereka, juga tidak dishalati kecuali jenazah Hamzah.”7

Kedua golongan di atas, kalaupun hendak dishalati maka tidak menjadi masalah bahkan hal ini disyariatkan. Namun pensyariatannya tidaklah wajib. Kenapa kita katakan hal ini disyariatkan? Karena Nabi n pernah pula menshalati jenazah anak kecil seperti tersebut dalam hadits Aisyah x:

“Didatangkan kepada Rasulullah n jenazah anak kecil dari kalangan Anshar, beliau pun menshalatinya…”8

Sebagaimana Nabi n pernah menshalati jenazah seorang A‘rabi (Badui) yang gugur di medan jihad. Syaddad ibnul Haad berkisah:

“Seorang lelaki dari kalangan A‘rabi datang menemui Nabi n . Ia pun beriman dan mengikuti beliau. Kemudian ia berkata: “Aku berhijrah bersamamu.” Nabi n berpesan kepada beberapa shahabatnya untuk memperhatikan A‘rabi ini. Ketika perang Khaibar, Nabi n mendapatkan ghanimah, beliau membaginya, dan memberikan bagian kepada A‘rabi tersebut dengan menyerahkannya lewat sebagian shahabat beliau. Saat itu si A‘rabi ini sedang menggembalakan tunggangan mereka. Ketika ia kembali, mereka menyerahkan bagian ghanimah tersebut kepadanya.

“Apa ini ?” tanya A’rabi tersebut.

“Bagian yang diberikan Nabi n untukmu,” jawab mereka.

A‘rabi ini mengambil harta tersebut lalu membawanya ke hadapan Nabi n, seraya bertanya: “Harta apa ini?”

“Aku membaginya untukmu,” sabda Nabi n .

“Bukan untuk ini aku mengikutimu, akan tetapi aku mengikutimu agar aku dipanah di sini – ia memberi isyarat ke tenggorokannya– hingga aku mati, lalu masuk surga,” kata A’rabi.

Nabi n bersabda: “Bila engkau jujur terhadap Allah (dengan keinginanmu tersebut), niscaya Dia akan menepatimu.”

Mereka tinggal sejenak. Setelahnya mereka bangkit untuk memerangi musuh (A‘rabi turut serta bersama mereka, akhirnya ia gugur di medan laga, –pent.) Ia dibopong ke hadapan Nabi n, setelah sebelumnya ia terkena panah pada bagian tubuh yang telah diisyaratkannya.

“Apakah ini A’rabi itu?” tanya Nabi n.

“Ya,“ jawab mereka yang ditanya.

“Dia jujur kepada Allah maka Allah pun menepati keinginannya,” kata Nabi n. Kemudian Nabi n mengafaninya dengan jubah beliau. Setelahnya, beliau meletakkannya di hadapan beliau untuk dishalati. Di antara doa Nabi n dalam shalat jenazah tersebut: “Ya Allah, inilah hamba-Mu, dia keluar dari negerinya untuk berhijrah di jalan-Mu, lalu ia terbunuh sebagai syahid, aku menjadi saksi atas semua itu.”9

Ibnul Qayyim t berkata: “Yang benar dalam masalah ini, seseorang diberi pilihan antara menshalati mereka atau tidak, karena masing-masing ada atsarnya. Demikian salah satu riwayat dari pendapat Al-Imam Ahmad t. Dan pendapat inilah yang paling men-cocoki ushul dan madzhabnya.” (Tahdzibus Sunan , 4/295 sebagaimana dalam Ahkamul Jana`iz , hal. 108)

Apakah Disyariatkan Menshalati Janin yang Gugur?

Janin yang gugur dishalati apabila telah ditiupkan ruh kepadanya, yakni ketika telah genap usia 4 bulan. Hal ini ditunjukkan dalam hadits Ibnu Mas‘ud z secara marfu‘:

“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari, kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama 40 hari juga, kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) selama 40 hari juga. Setelah itu (ketika janin telah berusia 120 hari atau 4 bulan, –pent.) Allah mengutus seorang malaikat yang diperintah dengan empat kata, dikatakan kepada malaikat tersebut: “Tulislah amal dan rizkinya. (Tulis pula) apakah ia bahagia atau sengsara. Kemudian ditiupkan ruh pada janin tersebut….”10

Adapun bila janin itu gugur sebelum 4 bulan maka tidak dishalati, karena janin tersebut tidak bisa dianggap sebagai mayat (karena belum mempunyai ruh). (Al-Hawil Kabir, 3/31, Al-Muhalla 3/386-387, Nailul Authar 4/61)

Shalat Jenazah Dilakukan Secara Berjamaah

Disyariatkan shalat jenazah secara berjamaah sebagaimana shalat lima waktu, dengan dalil:

1. Nabi n senantiasa melaksanakannya secara berjamaah.

2. Nabi n telah bersabda:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” 11

Namun bila mereka mengerjakannya sendiri-sendiri maka telah tertunaikan kewajiban, sebagaimana kata Al-Imam An-Nawawi t: “Tidak ada perbedaan pendapat bahwa shalat jenazah boleh dilakukan sendiri-sendiri. Namun yang sunnah, shalat jenazah itu dilakukan secara berjamaah. Karena demikianlah yang ditunjukkan dalam hadits-hadits masyhur yang ada dalam kitab Ash-Shahih, bersamaan dengan adanya ijma’ kaum muslimin dalam masalah ini.” (Al-Majmu’, 5/172)

Semakin banyak jamaah yang menshalati jenazah tersebut, semakin afdhal dan ber-manfaat bagi si mayat12, karena Nabi n bersabda:

“Tidak ada satu mayat pun yang dishalati oleh suatu umat dari kaum muslimin yang mencapai jumlah 100 orang, di mana mereka memberikan syafaat kepada si mayat, melainkan mayat tersebut disyafaati.”13

Bahkan jumlah yang kurang dari 100 pun bermanfaat bagi si mayat, dengan syarat mereka yang menshalatinya itu dari kalangan muwahhidin (orang-orang yang bertauhid dengan tidak mencampurinya dengan kesyirikan sedikit pun). Seperti tersebut dalam sabda Nabi n:

“Tidak ada seorang muslimpun yang meninggal, lalu 40 orang yang tidak berbuat syirik terhadap Allah sedikit pun menshalati jenazahnya, melainkan Allah memberikan syafaat mereka itu terhadapnya.”14

Disunnahkan makmum yang ikut shalat jenazah tersebut membentuk tiga shaf atau lebih di belakang imam15, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits dari Abu Umamah t, ia berkata:

“Rasulullah n pernah shalat jenazah bersama tujuh orang, maka beliau menjadikan tiga orang berada dalam satu shaf, dua orang yang lain dalam satu shaf dan dua orang yang tersisa dalam satu shaf.”16

Yang afdhal pelaksanaan shalat jenazah itu di luar masjid, di tempat yang memang khusus disiapkan untuk shalat jenazah, sebagaimana hal ini dilakukan di masa Nabi n (Ahkamul Jana`iz, hal. 135).

Masbuq dalam Shalat Jenazah

Ibnu Hazm t berkata: “Bila seseorang luput dari mendapatkan beberapa takbir dalam shalat jenazah (bersama imamnya), maka ia langsung bertakbir ketika tiba di tempat shalat tersebut tanpa menanti takbir imam yang berikutnya. Apabila imam telah salam, ia menyempurnakan apa yang luput dari takbirnya, dan berdoa di antara takbir yang satu dengan takbir yang lain sebagaimana yang ia perbuat bersama imam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah n terhadap orang yang (terlambat) mendatangi shalat berjamaah (masbuq) agar ia mengerjakan apa yang sempat ia dapatkan bersama imam dan ia sempurnakan apa yang tertinggal….” (Al-Muhalla, 3/410)

Posisi Berdiri Imam

Ketika jenazah diletakkan untuk dishalati, bila jenazahnya lelaki, imam berdiri di belakangnya pada posisi kepala. Adapun jika jenazahnya wanita maka imam berdiri pada posisi tengahnya. Hal ini ditunjukkan dalam hadits Samurah bin Jundabzyang dikelu-arkan dalam Shahihain17. Samurah berkata:

“Aku pernah menjadi makmum di belakang Nabi n ketika menshalati seorang wanita bernama Ummu Ka’ab yang meninggal karena melahirkan. Nabi n berdiri pada posisi tengah jenazah dan beliau bertakbir empat kali.”18

Abu Ghalib Al-Khayyath t berkisah: “Aku pernah menyaksikan Anas bin Malik z menshalati jenazah seorang lelaki, ia berdiri di bagian yang bersisian dengan kepala jenazah. Ketika jenazah tersebut telah diangkat, didatangkan jenazah seorang wanita dari Anshar, maka dikatakan kepada Anas: ‘Wahai Abu Hamzah (kunyah Anas), tolong shalatilah.’ Anas pun menshalatinya dan ia berdiri pada posisi tengah jenazah.

Di antara kami ketika itu ada Al-’Ala` bin Ziyad Al-’Adawi (seorang yang tsiqah dari kalangan tabi’in, termasuk ahli ibadah dan qurra` penduduk Bashrah). Ketika melihat perbedaan berdirinya Anas tersebut, ia berkata: ‘Wahai Abu Hamzah, apakah demikian Rasulullah n berdiri sebagaimana engkau berdiri ketika menshalati jenazah laki-laki dan ketika menshalati jenazah wanita?’ Anas menjawab: ‘Iya’.”19

Wanita Menshalati Jenazah

Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Apabila tidak ada yang menghadiri jenazah kecuali para wanita, maka tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya mereka menshalati jenazah tersebut. Dan tidak ada perbedaan pendapat bahwasanya ketika itu gugurlah kewajiban (menshalati jenazah) dengan apa yang mereka lakukan. Dan mereka menshalati jenazah tersebut secara sendiri-sendiri. Namun tidak apa-apa bila mereka mengerjakan secara berjamaah (dengan sesama mereka).” (Al-Majmu’, 5/169)
Tata Cara Shalat Jenazah

Shalat jenazah memiliki tata cara yang berbeda dengan shalat yang lain, karena shalat ini dilaksanakan tanpa ruku’, tanpa sujud, tanpa duduk, dan tanpa tasyahhud (Al-Muhalla, 3/345). Berikut perinciannya:

1. Bertakbir 4 kali20, demikian pendapat mayoritas shahabat, jumhur tabi‘in, dan madzhab fuqaha seluruhnya.

Download File Kajian D 2010 05 28 B TJ09 Mengangkat tangan pada takbir sholat jenazah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/UD/Dauroh-Cepogo-2010_05_28-30/D-2010_05_28-B-TJ09-Mengangkat-tangan-pada-takbir-sholat-jenazah.mp3

2. Takbir pertama dengan mengangkat tangan, lalu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri (sedekap) sebagaimana hal ini dilakukan pada shalat-shalat lain. Al-Imam Al-Hafizh Ibnul Qaththan t berkata: “Ulama bersepakat bahwa orang yang menshalati jenazah, ia bertakbir dan mengangkat kedua tangannya pada takbir yang awal.” (Al-Iqna’ fi Masa`ilil Ijma’, 1/186)

Ibnu Hazm t menyatakan: “Adapun mengangkat tangan ketika takbir dalam shalat jenazah, maka tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa Nabi n melakukannya, kecuali hanya pada awal takbir saja.” (Al-Muhalla, 3/351)

Asy-Syaikh Al-Albani t berkata: “Tidak didapatkan dalam As-Sunnah adanya dalil yang menunjukkan disyariatkannya mengangkat tangan pada selain takbir yang pertama. Sehingga kita memandang meng-angkat tangan di selain takbir pertama tidaklah disyariatkan. Demikianlah pendapat madzhab Hanafiyyah dan selain mereka. Pendapat ini yang dipilih oleh Asy-Syaukani t 21 dan lainnya dari kalangan muhaqqiq.” (Ahkamul Jana`iz , hal.148)

3. Setelahnya, berta‘awwudz lalu membaca Al-Fatihah22 dan surah lain dari Al-Qur`an23. Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf berkata: “Aku pernah shalat jenazah di belakang Ibnu ‘Abbas c, ia membaca Al-Fatihah dan surah lain. Ia mengeraskan (menjahrkan) bacaannya hingga terdengar oleh kami. Ketika selesai shalat, aku memegang tangannya seraya bertanya tentang jahr tersebut. Beliau menjawab: “Hanyalah aku menjahrkan bacaanku agar kalian mengetahui bahwa (membaca Al-Fatihah dan surah dalam shalat jenazah) itu adalah sunnah24 dan haq (kebenaran)25”.

Sebenarnya bacaan dalam shalat jenazah tidaklah dijahrkan namun dengan sirr (pelan), berdasarkan keterangan yang ada dalam hadits Abu Umamah bin Sahl, ia berkata: “Yang sunnah dalam shalat jenazah, pada takbir pertama membaca Al-Fatihah dengan perlahan kemudian bertakbir tiga kali dan mengucapkan salam setelah takbir yang akhir.”26

Ibnu Qudamahtberkata: “Bacaan (qira`ah) dan doa dalam shalat jenazah dibaca secara sirr. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini di kalangan ahlul ilmi. Adapun riwayat dari Ibnu ‘Abbas c di atas, maka kata Al-Imam Ahmad t: ‘Hanyalah beliau melakukan hal itu (men-jahrkan bacaan) untuk mengajari mereka’.” (Al-Mughni, fashl Al-Israr bil Qira`ah wad Du’a` fi Shalatil Janazah)

Al-Imam Asy-Syaukani t berkata: “Jumhur ulama berpendapat tidak disunnahkan menjahrkan bacaan dalam shalat jenazah.” (Nailul Authar 4/81)

4. Takbir kedua, lalu bershalawat untuk Nabi n sebagaimana lafadz shalawat dalam tasyahhud. (Al-Mughni, fashl Al-Israr bil Qira`ah wad Du’a` fi Shalatil Janazah, Asy-Syarhul Mumti’, 2/526)

5. Takbir ketiga, lalu berdoa secara khusus untuk si mayat secara sirr menurut pendapat jumhur ulama. (Al-Minhaj 7/34) Nabi n bersabda:

“Apabila kalian menshalati mayat, khususkanlah doa untuknya.”27

Kata Al-Munawi t menerangkan makna hadits di atas: “Yakni doakanlah si mayat dengan ikhlas dan menghadirkan hati karena maksud dari shalat jenazah tersebut adalah untuk memintakan ampun dan syafaat bagi si mayat. Diharapkan permintaan tersebut akan dikabulkan dengan terkumpulnya keikhlasan dan doa dengan sepenuh hati.” (Catatan kaki Ahkamul Janaiz, hal. 156)

Dalam hal ini, mengucapkan doa yang pernah diajarkan Nabi n lebih utama daripada mengamalkan yang selainnya. (Asy-Syarhul Mumti‘ 2/530, At-Ta‘liqat Ar Radhiyyah 1/444).

Di antara sekian doa yang pernah diucapkan Nabi n untuk jenazah adalah:

“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ mudkhalahu. Waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal barad. Wa naqqihi minadz dzunuubi wal khathaayaa kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas. Wa abdilhu daaran khairan min daarihi, wa zaujan khairan min zaujihi. Wa adkhilhul jannata wa a’idz-hu min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabin naari.”

“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Lindungilah dia dari perkara yang tidak baik dan maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskan/ lapangkanlah tempat masuknya. Basuhlah ia (dari bekas-bekas dosa) dengan air, salju dan es. Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahannya sebagaimana engkau mensucikan pakaian putih dari noda. Gantikanlah untuknya negeri yang lebih baik daripada negerinya, keluarga yang lebih baik daripada keluarganya dan pasangan yang lebih baik daripada pasangan hidupnya. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dia dari adzab kubur dan adzab neraka.”29

“Allahummaghfir lihayyinaa wa mayyitinaa, wa syaahidinaa wa ghaa-ibinaa, wa shaghiirinaa wa kabiirinaa, wadzakarinaa wa utsaanaa. Allahumma man ahyaitahu minna fa ahyihi ‘alal Islaam, wa man tawaffaitahu minnaa fa tawaffahu ‘alal imaan. Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa tudhilnaa ba’dahu.”

“Ya Allah, ampunilah orang yang masih hidup di antara kami dan orang yang sudah meninggal, orang yang sekarang ada (hadir) dan orang yang tidak hadir, anak kecil di antara kami dan orang besar, laki-laki dan wanita kami. Ya Allah siapa yang engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa yang engkau wafatkan di antara kami maka wafat-kanlah dia di atas iman. Ya Allah janganlah engkau haramkan bagi kami pahalanya dan jangan engkau sesatkan kami sepeninggalnya.”30

Bila mayat itu anak kecil, maka disenangi untuk mendoakan kedua orang tuanya31 agar mendapatkan ampunan dan rahmah seperti tersebut dalam hadits Al-Mughirah bin Syu‘bah z.32

Ulama menganggap baik untuk mengucapkan doa berikut ini:

“Allahummaj’alhu dzukh-ran liwaalidaihi wa farathan wa ajran wa syafii’an mujaaban. Allahumm tsaqqil bihi mawaaziinahuma wa a’dhim bihi ujuurahuma wa alhiq-hu bi shaalihi salafil mukminin. Waj’alhu fii kifaalati Ibraahiima wa qihi birahmatika ‘adzaabal Jahiim…..dst”

Artinya:

“Ya Allah jadikanlah anak ini (si mayat) sebagai pendahulu bagi kedua orang tuanya, tabungan/ simpanan dan pahala bagi keduanya. Ya Allah beratkanlah timbangan keduanya dengan kematian si anak, besarkanlah pahala keduanya. Ya Allah, jadikanlah anak ini dalam tanggungan Nabi Ibrahim33 dan gabungkanlah dia dengan pendahulu yang shalih dari kalangan (anak-anak kecil) kaum mukminin. Lepaskanlah dia dari adzab neraka Jahim dengan rahmat-Mu34. Gantikanlah untuknya rumah/ negeri yang lebih baik daripada rumah/ negerinya, keluarga yang lebih baik daripada keluarganya. Ya Allah, ampunilah salaf kami, orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang mendahului kami dalam keimanan.”35 (Al-Mughni, fashl Ad-Du’a` li Walidayith Thifl Al-Mayyit)

6. Pada takbir terakhir, disyariatkan berdoa sebelum mengucapkan salam dengan dalil hadits Abu Ya‘fur dari Abdullah bin Abi Aufa z ia berkata: “Aku menyaksikan Nabi n (ketika shalat jenazah) beliau bertakbir empat kali, kemudian (setelah takbir keempat) beliau berdiri sesaat –untuk berdoa–.”36

Al-Imam Ahmad t berpendapat disunnahkan berdoa setelah takbir terakhir ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Masa`il Al-Imam Ahmad (153). Demikian pula pendapat dalam madzhab Asy-Syafi‘iyyah. (Ahkamul Jana`iz, hal. 161)

7. Kemudian salam seperti salam dalam shalat lima waktu, dan yang sunnah diucapkan secara sirr (pelan), baik ia imam ataupun makmum. (Al-Hawil Kabir 3/55-57, Nailul Authar 4/82)

Demikian yang bisa kami susun untuk pembaca yang mulia. Semoga Allah I menja-dikannya bermanfaat untuk kami pribadi dan orang yang membacanya. Amin.

Kebenaran itu datangnya dari Allah I. Adapun bila ada kesalahan dan kekeliruan maka hal itu semata karena kebodohan kami. Kami istighfar (memohon ampun) karenanya kepada At-Tawwabur Rahim (Dzat Yang Banyak Mengampuni hamba-hamba-Nya lagi Maha Penyayang).

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Ahkamul Janaiz 00 Muqaddimah mp3

Pembahasan bab Ahkamul Janaiz (pengurusan jenasah dan ziarah kubur) disampaikan oleh Al-Ustadz Abu Karimah Asykari

http://sthelens.audiop.org.uk/thumbnails/download_large.gifAhkamul Janaiz_Sesi1.mp3

http://sthelens.audiop.org.uk/thumbnails/download_large.gifAhkamul Janaiz_Sesi2.mp3

http://sthelens.audiop.org.uk/thumbnails/download_large.gifAhkamul Janaiz_Sesi3.mp3

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 00 Muqaddimah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-00.-Muqaddimah.mp3

Ahkamul Janaiz Muqaddimah mp3 Ahkamul Janaiz Muqaddimah Ahkamul Janaiz mp3 Ahkamul Janaiz Muqaddimah mp3 Ahkamul Janaiz Muqaddimah Ahkamul Janaiz mp3 Ahka

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 02 Yang Dibolehkan Bagi Keluarga Mayat mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-02.-Yang-Dibolehkan-Bagi-Keluarga-Mayat.mp3

Ahkamul Janaiz Yang Dibolehkan Bagi Keluarga Mayat mp3 Ahkamul Janaiz Yang Dibolehkan Bagi Keluarga Mayat Ahkamul Janaiz Yang Dibolehkan Bagi Keluarga mp3 Ah

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 04 Memandikan Jenazah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-04.-Memandikan-Jenazah.mp3

Ahkamul Janaiz Memandikan Jenazah mp3 Ahkamul Janaiz Memandikan Jenazah Ahkamul Janaiz Memandikan mp3 Ahkamul Janaiz Memandikan Ahkamul Janaiz Jenazah mp3]

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 06 Yang Memandikan Jenazah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-06.-Yang-Memandikan-Jenazah.mp3

Ahkamul Janaiz Yang Memandikan Jenazah mp3 Ahkamul Janaiz Yang Memandikan Jenazah Ahkamul Janaiz Yang Memandikan mp3 Ahkamul Janaiz Yang Memandikan Ahkamul

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 08 Cara Mengkafani Jenazah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-08.-Cara-Mengkafani-Jenazah.mp3

Ahkamul Janaiz Cara Mengkafani Jenazah mp3 Ahkamul Janaiz Cara Mengkafani Jenazah Ahkamul Janaiz Cara Mengkafani mp3 Ahkamul Janaiz Cara Mengkafani Ahkamul

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 12 Tempat Shalat Jenazah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-12.-Tempat-Shalat-Jenazah.mp3

Ahkamul Janaiz Tempat Shalat Jenazah mp3 Ahkamul Janaiz Tempat Shalat Jenazah Ahkamul Janaiz Tempat Shalat mp3 Ahkamul Janaiz Tempat Shalat Ahkamul Janaiz T

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 14 Tata Cara Shalat Jenazah mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-14.-Tata-Cara-Shalat-Jenazah.mp3

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 16 Melewati dan Memasuki Kuburan mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-16.-Melewati-dan-Memasuki-Kuburan.mp3

Ahkamul Janaiz Melewati dan Memasuki Kuburan mp3 Ahkamul Janaiz Melewati dan Memasuki Kuburan Ahkamul Janaiz Melewati dan Memasuki mp3 Ahkamul Janaiz Melewat

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 18 Memasukkan Mayat Ke Liang Lahad mp3
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-18.-Memasukkan-Mayat-Ke-Liang-Lahad.mp3

Ahkamul Janaiz Memasukkan Mayat Liang Lahad mp3 Ahkamul Janaiz Memasukkan Mayat Liang Lahad Ahkamul Janaiz Memasukkan Mayat Liang mp3 Ahkamul Janaiz Memasukk

Download File Kajian Ahkamul Janaiz 20 Ta ziyah mp3

http://statics.ilmoe.com/kajian/users/makassar/abushofiyyah/Al-Ustadz-Ibnu-Yunus-Abu-Abdirrahman/Al-Wijazah—Ahkamul-Janaiz/Ahkamul-Janaiz-20.-Ta_ziyah.mp3

Ahkamul Janaiz ziyah mp3 Ahkamul Janaiz ziyah Ahkamul Janaiz mp3 Ahkamul Janaiz ziyah mp3 Ahkamul Janaiz ziyah Ahkamul Janaiz mp3 Ahkamul Janaiz ziyah mp3

________________________________________

1 HR. Al-Bukhari no. 1278 kitab Al-Jana`iz, bab Ittiba‘in Nisa` Al-Jana`iz dan Muslim no. 2163, 2164, kitab Al-Jana`iz, bab Nahyin Nisa` ‘an Ittiba’il Jana`iz

2 Di antara yang memakruhkannya adalah Ibnu Mas‘ud, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, ‘Aisyah, Masruq, Al-Hasan, An-Nakha’i, Al-Auza’i, dan Ishaq. (Al-Mughni, kitab Al-Janaiz, fashl Yukrahu Ittiba’in Nisa` Al-Jana`iz)

3 Abu Hurairah t berkata: Aku mendengar Nabi n bersabda:

“Siapa yang menyaksikan jenazah sampai dishalatkan (mengikutinya dari tempat keluarga/ rumah si mayat sampai menshalatinya di tempat jenazah tersebut dishalatkan, -pent.), maka ia mendapatkan satu qirath. Dan siapa yang-

menyaksikan jenazah sampai dimakamkan (mengikutinya dari tempat keluarganya hingga selesai pemakamannya, -

pent.), maka ia mendapat dua qirath.” Ditanyakan kepada beliau: “Apakah dua qirath itu?” Beliau menjawab: “Semisal

dua gunung yang besar.” (HR. Al-Bukhari no. 1325, bab Man Intazhara hatta Tudfanu dan Muslim no. 2186 bab Fadhlush Shalah ‘alal Janazah wat Tiba`iha)

Dalam riwayat Muslim (no. 2192) disebutkan: “Siapa yang keluar bersama jenazah dari rumah jenazah tersebut dan menshalatinya, kemudian mengikutinya sampai dimakamkan maka ia mendapatkan dua qirath dari pahala. Masing-masing qirath semisal gunung Uhud. Dan siapa yang menshalatinya kemudian kembali/ pulang (tidak mengikutinya ke pemakaman) maka ia mendapat pahala semisal gunung Uhud.”

4 Al-Hawil Kabir 3/52, Al-Majmu’ 5/169, Al-Minhaj 7/22, At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah ‘ala Ar-Raudhatin Nadiyyah 1/439, Asy-Syarhul Mumti’ 2/523.

5 HR. An-Nasa`i no. 1960, kitab Al-Jana`iz, bab Ash-Shalah ‘ala man ‘alaihi Dainun. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Shahih An-Nasa`i.

6 HR. Abu Dawud no. 3187, kitab Al-Jana`iz, bab Fish Shalah ‘alath Thifl, dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Shahih Abu Dawud dan Ahkamul Jana`iz hal. 104, mengikuti Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani v dalam Al-Ishabah.

7 HR. Abu Dawud no. 3135, bab Fisy Syahid Yughassal. Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits ini hasan menurutku, di atas syarat Muslim.” (Ahkamul Jana`iz hal. 74)

8 HR. An-Nasa`i no. 1947, kitab Al-Jana`iz, bab Ash-Shalah ‘alash Shibyan, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Shahih An-Nasa`i.

9 HR. Abdurrazzaq no. 6651, An-Nasa`i no. 1953, Ath-Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar no. 2818 dan selainnya. Asy-Syaikh Al-Albani t berkata: “Isnadnya shahih, semua rijalnya di atas syarat Muslim kecuali Syaddad ibnul Had. Al-Imam Muslim t tidak mengeluarkan satu hadits pun darinya. Namun ini tidak menjadi masalah, karena Syaddad adalah shahabat Nabi yang dikenal. Adapun ucapan Asy-Syaukani t dalam Nailul Authar yang mengikuti Al-Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ bahwa Syaddad ini seorang tabi‘in, merupakan ucapan yang sangat keliru, maka jangan terkecoh dengannya.” (Ahkamul Jana`iz , hal. 81)

10 HR. Al-Bukhari no. 3208, kitab Bad’ul Khalq, bab Dzikrul Mala`ikah dan Muslim no. 6665, kitab Al-Qadar, bab Kaifiyyatul Khalq Al-’Adami fi Bathni Ummihi…

11 HR. Al-Bukhari no. 631, kitab Al-Adzan, bab Al-Adzan lil Musafirin Idza Kanu Jama‘atan wal Iqamah.

12 Al-Majmu’ 5/172, Al-Muhalla 3/389, Subulus Salam 2/162, Nailul Authar 4/73, Taudhihul Ahkam 3/194.

13 HR. Muslim no. 2195, kitab Al-Jana`iz, bab Man Shalla ‘alaihi Mi`ah Syuffi’u fihi.

14 HR. Muslim no. 2196, pada kitab dan bab yang sama dengan di atas.

15 Al-Majmu’ 5/172, Taudhihul Ahkam 3/195

16 HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (7785) dan Al-Haitsami dalam Al-Majma’ (3/432), pada sanadnya ada Ibnu Lahi’ah, sementara beliau ini diperbincangkan. Namun kata Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Ahkamul Jana`iz (hal. 127-128) haditsnya bisa dijadikan syahid bagi hadits Malik bin Hubairah berikut ini:

Rasulullah n bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal lalu ia dishalati oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan ia diampuni.” (HR. Abu Dawud no. 3166 bab Fish Shufuf ‘alal Jana`iz, dll.)

17 HR. Al-Bukhari no. 1332, bab Aina Yaqumu minal Mar`ah war Rajul dan Muslim no. 2232, bab Aina Yaqumul Imam minal Mayyit lish Shalah ‘alaihi.

18 Al-Hawil Kabir 3/50, Al-Majmu’ 5/183, Al-Muhalla 3/345, 382, Fathul Bari 3/257, Asy-Syarhul Mumti’ 2/524, Taisirul ‘Allam Syarhu ‘Umdatil Ahkam 1/372.

19 Kelengkapan haditsnya bisa dilihat dalam riwayat Abu Dawud no. 3194, kitab Al-Jana`iz, bab Aina Yaqumul Imam minal Mayyit idza Shalla ‘alaihi.

20 Boleh pula dilakukan 5-9 kali, semuanya ada keterangan dari Nabi n. Namun jumlah 4 kali takbir paling banyak disebutkan dalam hadits (Ahkamul Jana`iz , hal. 141). Adapun pernyataan adanya ijma’ ulama yang menetapkan takbir shalat jenazah hanya 4 kali dan tidak lebih, merupakan anggapan yang batil. Sebagaimana hal ini ditegaskan Ibnu Hazm t dalam Al-Muhalla (3/347, 348-351). Sedangkan hadits yang menyatakan:

“Akhir (jumlah maksimal) takbir yang dilakukan Rasulullah n terhadap jenasah adalah sebanyak empat kali.”

yang dijadikan sebagai dalil pembatasan takbir hanya 4 kali adalah hadits yang dha’if. Al Hafizh Ibnu Hajar t berkata dalam At-Talkhish (2/677): “Hadits ini diriwayatkan lebih dari satu jalan, namun semua jalannya dhaif.”

21 Sebagaimana dalam Nailul Authar 4/83.

22 Tidak disyariatkan membaca doa istiftah, demikian pendapat madzhab Asy-Syafi‘iyyah dan selain mereka. (Catatan kaki Ahkamul Jana`iz, hal. 151)

23 Nailul Authar 4/82, At-Ta‘liqat Ar-Radhiyyah 1/443, Asy-Syarhul Mumti‘ 2/525, Taudhihul Ahkam 3/205.

24 Yakni Sunnah Nabi n dan jalan beliau, bukan sunnah dalam pengertian hukum fiqih yang lima (wajib, haram, makruh, sunnah, dan mubah).

25 HR. Al-Bukhari no. 1335, bab Qira`ati Fatihatil Kitab ‘alal Janazah, An-Nasa`i no. 1987, 1988 bab Ad-Du’a`, dishahihkan Asy-Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih An-Nasa`i.

26 HR. An-Nasa`i no. 1989 bab Ad-Du’a`, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Nasa’i.

27 HR. Abu Dawud no. 3199, bab Ad-Du’a lil Mayyit, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud.

28 Bila mayatnya seorang wanita maka semua dhamir (kata ganti) seperti dalam lafadz: diganti dengan ta`nits (kata ganti wanita) sehingga kita mengucapkan: (Asy-Syarhul Mumti’, 2/533)

29 HR. Muslim no. 2229, 2231, bab Ad-Du’a` lil Mayyit fish Shalah.

30 HR. Ibnu Majah no. 1498, bab Ma Ja`a fid Du’a` fish Shalah ‘alal Janazah, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah dan Al-Misykat no. 1675.

31 Nailul Authar 4/85

32 HR. Abu Dawud no. 3180, bab Al-Masy-yu Amamal Janazah, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud.

33 Nabi Muhammad r pernah bermimpi melihat Nabi Ibrahim u di sebuah taman yang besar lagi indah, di sekitar beliau ada anak-anak kecil yang meninggal di atas fithrah. (HR. Al-Bukhari no. 7047, kitab At-Ta’bir, bab Ta’birur Ru`ya ba‘da Shalatish Shubh)

34 Bagaimana anak yang belum baligh bisa diadzab sementara ia belum berdosa? Maka dijawab bahwa setiap hamba Allah pasti akan mendatangi neraka sebagaimana dalam ayat:

“Tidak ada seorang pun dari kalian melainkan pasti akan mendatangi neraka, yang demikian itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 71)

Dengan demikian, doa seperti itu ditujukan untuk si anak agar Allah I menjaganya dari adzab neraka apabila nanti pada hari kiamat ia mendatanginya. (Asy-Syarhul Mumti‘ 2/538)

35 Doa ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari hadits Abu Hurairah z. Yang semisalnya juga diriwayatkan oleh Sufyan dari Al-Hasan. Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits Abu Hurairah z yang diriwayatkan Al-Baihaqi tersebut isnadnya hasan, dan tidak apa-apa diamalkan dalam hal seperti ini, walaupun haditsnya mauquf. Namun tidak boleh dijadikan sebagai sunnah (yaitu) dengan menganggap bahwa doa itu datang dari Nabi r (padahal tidak demikian). Adapun doa yang aku pilih untuk dipanjatkan ketika menshalati anak kecil adalah doa yang kedua (yaitu doa yang diriwayatkan Ibnu Majah no. 1498, bab Ma Ja`a fid Du’a` fish Shalah ‘alal Janazah), karena di dalamnya ada lafadz:

“…anak kecil di antara kami … Ya Allah janganlah engkau haramkan bagi kami pahalanya dan jangan engkau sesatkan kami sepeninggalnya.” (Ahkamul Jana`iz, hal. 161)

36 Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (4/35) dengan sanad yang shahih, kata Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Jana`iz, hal. 160.

Sumber : http://www.asysyariah.com/sakinah/wanita-dalam-sorotan/1140-shalat-jenazah-wanita-dalam-sorotan-edisi-20.html
http://kaahil.wordpress.com/2011/11/20/terbaru-carapanduan-bimbingan-shalat-jenazah-yang-benar-sesuai-sunnah

جزاك الله خيرا وبارك الله فيكم. “Terima Kasih Telah Berkunjung Di Blog Kami.
thank you