بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Oleh : Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi
Tanya:
Saya pernah membaca bahwa pada zaman rasulullah seorang budak dapat disetubuhi oleh pemiliknya walaupun tanpa dinikahi. Apakah hal itu benar adanya, dan jika benar, apa sebabnya? Bukankah hubungan diluar pernikahan itu adalah zina? Mohon juga penjelasannya tentang bagaimanakah seseorang itu dapat dikatakan budak ?
Jawab:
Terkait dengan hal yang dihalalkan untuk seorang muslim, memang dalam Al-Qur’an diterangkan dua hal yang dihalalkan, yaitu istri dan budak yang dimiliki. Sebagaimana dalam firman Allah menjelaskan sifat orang-orang yang beriman,
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Mukminun: 5-7]
Budak yang dihalalkan adalah budak perempuan yang merupakan hasil peperangan dari jihad syar’iy yang dipimpin oleh seorang pemimpin muslim. Demikian pula dihalalkan dari budak yang dijual setelah itu. Dibolehkan bagi siapa yang memiliki budak untuk menggaulinya setelah istibrâ` (diketahui rahimnya kosong setelah sekali haidh). Ada beberapa ketentuan seputar perbudakan, diuraikan secara lengkap dalam buku-buku fiqih. Wallahu A’lam.
Sumber : http://dzulqarnain.net/hukum-seputar-budak.html
Saya pernah membaca bahwa pada zaman rasulullah seorang budak dapat disetubuhi oleh pemiliknya walaupun tanpa dinikahi. Apakah hal itu benar adanya, dan jika benar, apa sebabnya? Bukankah hubungan diluar pernikahan itu adalah zina? Mohon juga penjelasannya tentang bagaimanakah seseorang itu dapat dikatakan budak ?
Jawab:
Terkait dengan hal yang dihalalkan untuk seorang muslim, memang dalam Al-Qur’an diterangkan dua hal yang dihalalkan, yaitu istri dan budak yang dimiliki. Sebagaimana dalam firman Allah menjelaskan sifat orang-orang yang beriman,
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Mukminun: 5-7]
Budak yang dihalalkan adalah budak perempuan yang merupakan hasil peperangan dari jihad syar’iy yang dipimpin oleh seorang pemimpin muslim. Demikian pula dihalalkan dari budak yang dijual setelah itu. Dibolehkan bagi siapa yang memiliki budak untuk menggaulinya setelah istibrâ` (diketahui rahimnya kosong setelah sekali haidh). Ada beberapa ketentuan seputar perbudakan, diuraikan secara lengkap dalam buku-buku fiqih. Wallahu A’lam.
Sumber : http://dzulqarnain.net/hukum-seputar-budak.html
No Response to "Hukum Seputar Budak "
Posting Komentar